PGSD/III-A/03/089616691064
Pragmatisme
sebagai Metode Pembelajaran Peserta Didik
Sejak dahulu hingga
dewasa ini, dunia pendidikan selalu membuka diri terhadap kemungkinan
diterapkannya suatu format pendidikan yang ideal, untuk menjawab permasalahan global.
Banyak teori yang telah diadopsi untuk mencapai tujuan tersebut. Termasuk teori
pragmatis yang mencoba mengisi ruang dan waktu, untuk turut mencari solusi
terbaik dalam dunia pendidikan dan perkembangan manusia itu sendiri. Sesuai
dengan pragmatisme yang dikemukakan oleh Charles Sandre Peirce yaitu bahwa
pragmatisme tidak hanya sekadar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya
untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena
tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme
lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan
persoalan yang dihadapi manusia.
Jika ditelusuri secara mendalam, dunia pendidikan di
Indonesia masih terbilang kurang dalam hal melatih kemandirian peserta didik.
Pada kehidupan nyata, peserta didik yang telah lulus dari lembaga sekolah
mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Sehingga,
membuat mereka cenderung mengasingkan diri dan tidak ikut serta dalam kegiatan
masyarakat. Bahkan diantara mereka, masih mengalami kesulitan dalam memecahkan
persolan hidup.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin menggila,
membuat orang-orang harus pintar dalam menghadapi kesulitan untuk meraih
kesuksesannya. Jika salah mengambil sebuah keputusan, maka akibatnya akan
sangat berdampak pada masa depannya. Untuk itu, dibutuhkan pemikiran yang kritis
dan logis, serta tindakan yang tepat dalam kegiatan tersebut.
Dengan
bertolak pada pengalaman hidup yang dimiliki oleh peserta didik sejak kecil,
membuat mereka akan belajar untuk berhati-hati dalam bertindak. Hal itu sesuai
dengan pandangan Dewey, yaitu pemikiran seseorang pada dasarnya berpangkal pada
pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju ke pengalaman-pengalaman.
Manusia akan selalu bergerak dalam kesungguhan yang selalu berubah. Jika ia
mengalami kesulitan maka ia akan segera menghadapi kesulitan tersebut dan
mencari solusinya. Untuk itu dibutuhkan kegiatan berpikir yang akan mengubah
keadaan sebelumnya menuju keadaan selanjutnya.
Pendidikan
di Indonesia perlu menerapkan suatu sistem yang berangkat dari suatu konsep,
yang dapat membantu peserta didik agar dapat berkembang di lingkungan
sosialnya. Dewey memandang bahwa tipe dari pragmatismenya dapat diasumsikan
sebagai suatu yang mempunyai jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Pendidikan
dapat dipandang sebagai wahana yang strategis dan sentral dalam upaya
kelangsungan hidup di masa depan. Jika melihat pendidikan di luar negeri
khususnya pendidikan di Amerika, hanya mengajarkan sesuatu yang sudah lama dan
mengulang-ulangnya kembali. Sehingga membuat muatan-muatan pelajaran tersebut
tidak layak untuk diajarkan kepada peserta didik, karena hanya akan mengekang
pemikiran anak. Peserta didik akan berpikir terbatas dan sulit melihat kehidupan
yang sebenarnya luas.
Dewey
menawarkan suatu konsep pendidikan yang dapat membuat peserta didik siap
menghadapi masa depan mereka. Menurut Dewey, lingkungan sekolah harus mampu
mencerminkan pola lingkungan masyarakat atau sosialnya, sehingga ketika anak
lulus dari sekolah, mereka dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat (Ali,
2011: 196). Dapat dipahami dari konsep tersebut, bahwa pendidikan harus mampu
membekali peserta didik sesuai dengan kebutuhan yang ada pada lingkungan
sosialnya. Sehingga kelak mereka dapat cepat beradaptasi dengan lingkungan
sosial dan berperan serta dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
Untuk
merealisasikan konsep tersebut pada pendidikan di Indonesia, dapat ditawarkan
beberapa metode dalam pengajaran di sekolah. Metode pertama yaitu berupa metode
pemecahan masalah. Dengan menggunakan metode ini, peserta didik akan dihadapkan
pada berbagai situasi dan masalah-masalah yang menantang, sesuai dengan
kehidupan nyata di lingkungan sekitar. Peserta didik akan diasah kemampuan berpikirnya
dan diberi kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalah-masalah sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. Pendidik atau guru hanya membantu peserta didik untuk
mengasah kemampuan mereka dalam mencari solusi terhadap situasi tersebut.
Metode
yang kedua adalah belajar sambil bekerja, artinya peserta didik akan dibekali
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga mereka akan
eksis dan berguna untuk lingkungan sosialnya. Ketika mereka selesai dari
pendidikan yang telah ditempuhnya, mereka mampu untuk bekerja dengan
mengembangkan keterampilan tersebut atau mencoba membuka peluang usaha untuk
masyarakat, sehingga dapat mengatasi pengangguran yang semakin membeludak di
Indoensia.
Metode
yang ketiga yaitu, metode penyelidikan dan penemuan. Artinya peserta didik
dituntun untuk melakukan sebuah pencarian dan penemuan hal-hal baru dalam hidup
sosial dan pribadi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Setelah itu,
peserta didik dibimbing untuk membuat penilaian yang sesuai dengan nilai-nilai
di masyarakat dan dapat mengaplikasikannya ke kehidupan sehari-hari.
Pendidik
dapat menerapkan model pembelajaran berkelompok untuk peserta didik di dalam
proses kegiatan belajar-mengajar (KBM). Dengan metode tersebut, peserta didik
akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah dan pemecahannya. Peserta didik
dilatih untuk bekerja sama satu sama lain, sesuai dengan prinsip kehidupan
untuk bertoleransi. Selain itu, mereka akan dilatih untuk bertanggung jawab terhadap
beban dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Sehingga mereka akan
menyelesaikan tugas yang telah diberikan hingga mendapatkan hasil yang
diinginkan.
Peran
pendidik dalam pendidikan yaitu untuk tidak membatasi minat dan kreatifitas peserta
didik dalam belajar serta membimbing dan mengawasi pengalaman belajar mereka.
Karena itu, pendidikan haruslah didesain secara fleksibel dan terbuka.
Maksudnya, suatu pendidikan tidak boleh mengurung kebebasan berkreasi anak,
terlebih membunuh kreatifitas anak. Pola pragmatisme selalu memandang anak
sebagai pribadi yang berpikiran aktif dan kreatif. Seorang guru yang memiliki
pandangan pragmatis akan selalu memerhatikan situasi lingkungan masyarakat
anak, serta mendorong agar anak turut memecahkan persoalan yang ada disekitar
tinggal mereka.
Dapat
disadari bahwa pendidikan merupakan proses atau pengalaman hidup peserta didik,
sehingga diharapkan sekolah tidak hanya menjadi tempat pembekalan untuk masa
depan, tetapi sebagai suatu proses kehidupan yang harus dijalani. Pembelajaran
di sekolah diharapkan pula dapat membantu peserta didik untuk bisa mengasah
kemampuan dan pikiran yang dimiliki mereka dalam menghadapi masalah-masalah di
kehidupannya. Dengan begitu, peserta didik akan mampu menjalani kehidupan
meraka dengan baik dan mampu beradaptasi dengan perkembangan dunia yang selalu
berubah-ubah.
Sumber
Referensi:
Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga
Postmodernisme.
Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar