Batik Banten:
Kain yang Bisa Bercerita
Di dunia Internasional
batik Banten dijuluki sebagai ”The cloth style stories”, atau kain yang bisa
bercerita. Julukan yang unik, juga amat menggoda. Tetapi, alasannya jelas: di
setiap warna dan motif Batik Banten, selalu bercerita tentang sejarah Banten,
utamanya pada masa kejayaan Sultan Maulana Hassanudin.
Itulah
ciri khas Batik Banten yang tak ada pada batik mana pun. Sampai-sampai ada yang
berani mengungkap: kalau ingin mempelajari sejarah Banten, kenali saja
batiknya. Dibanding
”rekan-rekannya”, asal-usul batik Banten lebih banyak terlacak. Bahkan, melalui
Surat Keputusan Gubernur Banten, pada Oktober 2003, tentang pembentukan panitia
peneliti batik Banten, pembudidayaan batik langka ini terus dilakukan.
Dan,
bicara mengenai Batik Banten, sulit melepaskan diri dari sosok Uke Kurniawan,
mantan pejabat Dinas Pekerjaan Umum yang kini memfokuskan diri pada
pengembangan batik serta ragam hias tradisional Banten. Uke bercerita. Tahun
2002, ia bersama Hasan M Ambary, arkeolog yang banyak meneliti dan menulis
tentang Banten, melakukan penelitian di situs Banten Lama. Dari situ, mereka
menemukan sekitar 75 ragam hias artefak langka.
Agar
bisa segera memasyarakatkan ragam hias artefak tersebut, mereka memilih media
yang paling akrab dan paling mudah dipahami: batik. Maka, “lahirlah” Batik
Banten, dengan tampilan warna yang sangat meriah; gabungan dari warna-warna
pastel yang berkesan ceria namun lembut. Transformasi tersebut juga merupakan
upaya-upaya menghidupkan kembali seni hias Banten yang telah hilang sejak abad
ke-17.
Pembuatan
Batik Banten pada dasarnya hampir sama dengan pembuatan batik tulis dan batik
cetak lainnya; yang kemudian beralih ke proses pencetakan, pewarnaan,
penghilangan warna dan lilin, hingga pengeringan. Namun, warna Batik Banten
sulit ditiru pembatik daerah lain, kecuali dengan memakai air Banten yang
dipercaya mempunyai karakter khusus dalam menguatkan warna. Percaya atau tidak,
tapi ke khasan inilah yang membuat Batik Banten sering dijadikan oleh-oleh para
pendatang yang berkunjung ke Banten, dan bahkan diminati para eksportir dari
negara asing, terutama Jerman dan Perancis.
Paduan
warna Batik Banten dipengaruhi oleh air dan tanah: yang dalam proses
pencelupannya mereduksi warna-warna terang menjadi warna pastel akibat
kandungan yang ada di dalamnya. Warna-warna tersebut, konon, cocok betul
menggambarkan karakter orang Banten yang memiliki semangat dan cita-cita
tinggi, ekspresif, tapi tetap rendah hati. Masing-masing motif batik kemudian
diberi nama-nama khusus, yang diambil dari nama tempat, ruangan, maupun
bangunan dari situs Banten Lama, serta nama gelar di masa Kesultanan Banten.
Dan, sampai sekarang, sudah lebih dari 50 ragam hias yang dituangkan dalam
bentuk kain batik, bahkan 12 diantaranya telah dipatenkan sejak tahun 2003.
Motif
yang mengambil nama tempat, diantaranya, Pamaranggen (tempat tinggal pembuat
keris), Pancaniti (bangsal tempat Raja menyaksikan prajurit berlatih), Pasepen
(tempat Raja bermeditasi), Pajantren (tempat tinggal para penenun), Pasulaman
(tempat tinggal pengrajin sulaman), Datulaya (tempat tinggal pangeran),
Srimanganti (tempat Raja bertatap muka dengan rakyat), dan Surosowan (Ibukota
Kesultanan Banten). Sementara motif dari nama gelar, antara lain, Sabakingking
(gelar dari Sultan Maulana Hasanudin), Kawangsan (berhubungan dengan Pangeran
Wangsa), Kapurban (berhubungan dengan gelar Pangeran Purba), serta Mandalikan
(berhubungan dengan Pangeran Mandalika).
Namun,
yang menjadi ciri khas utama Batik Banten adalah motif Datulaya, yang namanya
diambil dari tempat tinggal pangeran. Datu artinya pangeran, laya tempat
tinggal. Motif Datulaya memiliki dasar belah ketupat berbentuk bunga dan
lingkaran dalam figura sulur-sulur daun. Warna yang digunakan adalah motif
dasar biru, dengan variasi motif pada figura sulur-sulur daun abu-abu di dasar
kain kuning.
Penggunaan
Batik Banten kini kian memasyarakat. Beberapa sekolah di kota Serang sudah
memakainya untuk seragam. Bahkan, dalam pelaksanaan MTQ Nasional lalu, Batik
Banten juga dikenakan oleh seluruh delegasi, dan dipakai menghias panggung MTQ beserta
bangunan Masjid Agung. Dibuat sepenuhnya dengan tangan dan dikerjakan secara
teliti, Batik Banten menandakan semangat kebantenan yang tidak pernah luntur
untuk terus dikumandangkan hingga ke mancanegara. Siapa pun yang memakainya
akan merasakan kebesaran Banten masa lalu.
Sumber Referensi: http://www.tnol.co.id
Sumber Referensi: http://www.tnol.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar