PGSD/IIIA/03
Kisah Ulama Asal Banten yang Menjadi Imam Masjidil Haram
Indonesia pernah memiliki seorang ulama ternama
di jazirah Arab. Ia menjadi imam di Masjidil Haram, mengajar di Haramain,
menulis buku yang tersebar di Timur Tengah.
Dialah Syekh Nawawi Al
Bantani. Namanya sangat terkenal di Saudi Arabia hingga dijuluki “Sayyidul
Hijaz”, yakni ulama di kawasan Hijaz. Kefakihannya dalam agama pun
membuatnya dijuluki Nawawi kedua, maksudnya penerus ulama dunia terkenal, Imam
Nawawi.
Nama dan gelar lengkap beliau,
yakni Abu Abdullah Al-Mu'thi Muhammad Nawawi bin Umar Al-Tanari Al-Bantani
Al-Jawi. Ia lahir di Kampung Pesisir Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Serang,
Banten, 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi. Ayahnya, Umar bin Arabi, merupakan
seorang ulama di Banten. Bahkan, ada kabar Syekh Nawawi merupakan keturunan
Sunan Gunung Jati dari Sultan Banten pertama, Maulana Hasanuddin. Syekh Nawawi
juga dikabarakan masih memiliki jalur nasab dari Husein, cucu Rasulullah.
Sejak kecil, ia dibawah
didikan sang ayah. Tak heran jika Nawawi kecil telah terbiasa dengan didikan
agama. Tak hanya itu, ayahnya juga mengirimnya kepada temannya yang juga
seorang ulama Banten, KH Sahal, dan seorang ulama di Purwakarta, KH Yusuf.
Baru, pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi pergi ke Arab Saudi. Di tanah kelahiran
Islam, ia memantapkan ilmu agamanya. Ulama besar Saudi menjadi gurunya.
Setelah tiga tahun menempa
ilmu di Tanah Suci, Syekh Nawawi kembali ke Tanah Air. Tapi, saat pulang, ia
tak senang dengan kondisi penjajahan Belanda. Ia kemudian kembali lagi ke
Makkah dan menjadi penuntut ilmu. Sejak keberangkatan itu, ia tak lagi pulang ke
Indonesia hingga akhir hayat.
Di Makkah, Syekh giat
menghadiri majelis ilmu di Masjidil Haram. Hingga, kemudian seorang imam masjid
utama tersebut, Syekh Ahmad Khatib Sambas meminta Nawawi untuk menggantikan
posisinya. Maka, mulailah Syekh Nawawi menjadi pengajar dan membuka majelisnya
sendiri di Masjidil Haram. Murid Syekh berdatangan dengan jumlah yang banyak.
Bahkan, beberapa di antara muridnya merupakan pemuda asal Indonesia. Salah satu
muridnya, yakni KH Hasyim Asy'ari pendiri Nadlatul Ulama (NU).
Syekh Nawawi mengabdikan
hidupnya untuk mengajar. Ia pun terkenal giat menulis dan menghasilkan banyak
karya. Sampai-sampai, banyak manuskripnya disebarkan bebas kemudian diterbitkan
tanpa royalti. Sedikitnya, 34 tulisannya juga masuk dalam Dictionary of
Arabic Printed Books. Karya lainnya mencapai seratus buku dari berbagai
cabang ilmu Islam.
Di antara bukunya yang
terkenal, yakni Tafsir Marah Labid, Atsimar Al-Yaniah fi Ar-Riyadah
al-Badiah, Nurazh Sullam, Al-Futuhat Al-Madaniyah, Tafsir Al-Munir, Tanqih
Al-Qoul, Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah
Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus Samad, dan al-Aqdhu
Tsamin. Tak sedikit dari karya-karyanya yang diterbitkan di Timur Tengah.
Universitas Al Azhar Kairo juga pernah mengundang Syekh karena karya-karyanya
yang digemari kalangan akademisi. Buku-bukunya memang tersebar di Mesir. Di
universitas Islam tertua itu, Syekh
menjadi pembicara dalam sebuah diskusi ilmiah.
Meski tak pernah mengajar di
ranah nusantara, Syekh menyebarkan ilmu melalui karya kepada masyarakat Indonesia.
Karya-karyanya bahkan menjadi buku wajb di pesantren-pesantren. Bagi komunitas
santri, Syekh Nawawi merupakan mahaguru yang banyak memberikan ilmu mengenai
landasan beragama. Apalagi, ia juga merupakan guru dari sang pendiri NU.
Sehingga, tak sedikit yang menyebut Syekh Nawawi sebagai akar tunjang tradisi
intelektual ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.
Syekh Nawawi sering kali
menyatakan diri sebagai penganut paham Asy'ariyyah dan Maturidiyyah, sebuah
paham yang dilahirkan Abu Hasan Al Asyari dan Abu Manshur Al Maturidi. Keduanya
merupakan kelompok yang memfokuskan diri pada pembelajaran sifat-sifat Allah. Dari
Syekh Nawawi, paham tersebut pun kemudian tersebar di nusantara.
Adapun dalam mazhab fikih,
syekh Nawawi memilih mengikuti Imam Syafi'i. Hal ini terlihat dari
karya-karyanya dalam ilmu fikih. Syekh Nawawi juga mempelajari ilmu tasawuf dan
mengajarkannya. Ia bahkan menulis sebuah karya yang menjadi rujukan utama
seorang sufi. Imam Al Ghazali juga banyak memengaruhi pemikiran Syekh Nawawi.
Ulama nusantara ternama
internasional ini wafat di Syeib A'li, pinggiran Kota Makkah, pada 25 Syawal
1314 Hijriyah atau 1879 Masehi. Ia kemudian dimakamkan di pemakaman Ma'la.
Hingga kini, masyarakat nusantara, terutama masyarakat Banten, selalu
memperingati hari wafatnya setiap tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar