- [INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidik...
- Kata-kata Membangun Jiwa
- Kata-kata Inspiratif
- Filosofi Manusia
- Ziarah ke Makam Keramat di Kabupaten Pandeglang Ba...
- Masjid Agung Banten yang Mempesona
- Keterkaitan Bakat dengan Pendidikan dalam Nativism...
- Rekonstruksi Dunia Pendidikan Indonesia untuk Peru...
- Kisah Ulama Asal Banten yang Menjadi Imam Masjidil...
- Banyak Orang Indonesia Percaya dengan Dukun, Guna-...
- Filosofi Pohon Bambu
- Batik Banten: Kain yang Bisa Bercerita
- Banten Sang Jawara
- Tan Malaka dan Islam
- Kelebihan Orang Indonesia Dibandingkan Orang Jepan...
- Mempelajari Budaya Orang Boleh, tetapi Tidak untuk...
- Cara Seseorang untuk Menilai Pendapat Orang lain
- Kasus Pembuangan Bayi Masih Terjadi di Sekitar Kit...
- Pragmatisme sebagai Metode Pembelajaran Peserta Di...
- Wanita Hebat Banten (Penguasa vs Aktivis Sosial)
- Konsep Naturalisme untuk Membawa Anak Belaja
Senin, 29 Desember 2014
[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Jumat, 19 Desember 2014
[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan.
DAFTAR ISI TUGAS
- Konsep Naturalisme untuk Membawa Anak Belajar pada Alam
- Wanita Hebat Banten (Penguasa vs Aktivis Sosial)
- Pragmatisme sebagai Metode Pembelajaran Peserta Didik
- Kasus Pembuangan Bayi Masih Terjadi di Sekitar Kita
- Cara Seseorang untuk Menilai Pendapat Orang Lain
- Mempelajari Budaya Orang Boleh, tetapi Tidak untuk Melupakan Budaya Sendiri
- Kelebihan Orang Indonesia dibandingkan dengan Jepang di Zaman Modern
- Tan Malaka dan Islam
- Banten Sang Jawara
- Batik Banten: Kain yang Bisa Bercerita
- Filosofi Pohon Bambu
- Banyak Orang Indonesia Percaya Dukun, Guna-guna dan Ilmu Klenik lainnya
- Kisah Ulama Banten yang Menjadi Imam di Masjidil Haram
- Rekonstruksi Dunia Pendidikan Indoensia untuk Perubahan Sosial
- Keterkaitan Bakat dengan Pendidikan dalam Nativisme Pendidikan
- Masjid Agung yang Mempesona
- Ziarah ke Makam Keramat di Pandeglang Banten
- Filosofi Manusia
- Kata-kata Inspiratif
- Kata-kata Membangun Jiwa
Kamis, 18 Desember 2014
Ziarah ke Makam Keramat di Kabupaten Pandeglang Banten
PGSD/IIIA/03
Ziarah ke Makam Keramat di Kabupaten
Pandeglang Banten
Ziarah makam tergolong tradisi yang
sangat tua, barangkali setua kebudayaan manusia itu sendiri. Tradisi ini
umumnya berhubungan erat dengan unsur kepercayaan atau keagamaan. Tradisi,
menurut Parsudi Suparlan, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin (Jalaluddin,
1996: 180), merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan
masyarakat dan sulit berubah. Meredith McGuire (dalam Jalaluddin, 1996: 180),
melihat bahwa dalam masyarakat pedesaan umumnya tradisi erat kaitannya dengan
mitos dan agama.
Kabupaten Pandeglang, terletak di
wilayah provinsi Banten, merupakan kawasan yang sebagian besar masih merupakan
pedesaan. Dalam satu tulisannya, Azyumardi Azra menyebutkan, orang-orang Muslim
di Banten percaya bahwa Tuhan sangat baik dan tidak akan mengabaikan mereka;
tetapi pada saat yang sama, kekuatan-kekuatan jahat dan setan terus
mendatangkan bencana, sehingga mereka terpaksa mengarahkan aktivitas ritual
kepada kekuatan-kekuatan jahat tersebut. Dalam kaitan ini pula terjadi pemujaan
terhadap orang-orang yang telah mati, yang dipandang potensial untuk membantu
mereka dalam menghadapi berbagai kekuatan jahat (Azra, 1999: 66).
Ungkapan yang digunakan Azra dalam
kalimat “pemujaan terhadap orang-orang yang mati” mungkin terlalu berlebihan
untuk menggambarkan keyakinan masyarakat Banten. Pada kenyataannya, orang-orang
Banten akan menolak kalau dikatakan mereka memuja orang-orang yang telah mati.
Lebih tepat kalau dikatakan, mereka menggunakan arwah orang-orang yang telah
mati itu sebagai perantara (wasilah) untuk menyampaikan doa atau
keinginan mereka kepada Tuhan. Arwah itu pun bukan sembarang arwah, melainkan
arwah dari orang-orang yang semasa hidupnya dianggap sebagai tokoh, misalnya
kiyai, syekh, jawara (orang sakti), atau sultan. Orang-orang Banten
percaya bahwa tokoh-tokoh itu mempunyai karomah atau keistimewaan
spiritual tertentu. Ketika sudah meninggal, karomah itu dipercaya masih
ada dan bisa diperoleh dari makam mereka. Oleh karena itulah, aktivitas ziarah
ke makam keramat sering disebut ngalap barokah, yaitu mencari berkah dari
keramat yang terdapat pada makam sang tokoh.
Pemujaan terhadap orang-orang yang
telah meninggal dahulu memang ada ketika agama Islam belum dianut masyarakat
Banten. Kepercayaan semacam itu, yang disebut animisme, secara
berangsur-angsur telah terkikis dengan datangnya Islam. Diperlukan penelitian
tersendiri apakah tradisi ziarah ke makam keramat, yang menunjukkan adanya
keyakinan mengenai keistimewaan roh-roh dari tokoh tertentu, itu merupakan
kompromi antara kepercayaan lama dengan ajaran Islam atau bukan. Sebab Islam
yang datang ke Banten, dan ke Nusantara secara umum, adalah Islam dengan nuansa
sufisme sangat kental. Telah banyak dikemukakan oleh para ahli sejarah, bahwa
para penyebar Islam di Jawa hampir seluruhnya adalah pemimpin-pemimpin tarekat
(Dhofier, 1982: 144). Di Banten sendiri, pernah dan masih berkembang
aliran-aliran tarekat antara lain tarekat Syatariyah, Qadiriyah, Naqsabandiyah,
dan Syadziliyah. Dalam sufisme, ada ajaran tentang tawassul dengan para guru
dan syekh terdahulu, dan ziarah merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka
tawassul. Jadi, tidak bisa dengan serta merta dikatakan bahwa ziarah ke makam
keramat merupakan warisan tradisi pra-Islam.
Di kalangan Islam sendiri, sebetulnya
aktivitas ziarah ke makam keramat dan doktrin tawassul masih menimbulkan
pertentangan teologis yang belum terselesaikan, antara pihak yang membolehkan
(bahkan menyunahkan) dan pihak yang membid’ahkan (bahkan mengharamkan). Pihak
yang membolehkan ziarah ke makam keramat umumnya berasal dari kalangan Islam
tradisional, sedangkan pihak yang melarang berasal dari kalangan Islam
modernis. Tapi terlepas dari pertentangan teologis tersebut, ziarah ke makam
keramat merupakan sebuah fakta sosial yang tidak bisa diabaikan, bahkan
merupakan suatu tradisi atau bentuk kebudayaan yang menarik untuk diteliti.
Menilik tempatnya, makam yang menjadi
tujuan ziarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu makam keluarga dan makam
keramat. Pada makam keluarga, misalnya makam orang tua, orang yang berziarah
umumnya bertujuan untuk mendoakan arwah yang dikubur agar mendapat keselamatan
atau tempat yang baik di sisi Tuhan. Jadi, manfaatnya bukan ditujukan untuk
kepentingan orang yang berziarah, melainkan untuk kebaikan roh orang yang
diziarahi.
Ziarah ke makam keluarga memiliki makna
kultural yang hampir sama dengan halal bihalal, di mana dalam periode tertentu,
misalnya setahun sekali, orang merasa perlu menyempatkan diri pulang ke kampung
halamannya untuk mengunjungi saudara-saudara dan tetangganya. Jika halal
bihalal adalah silaturahmi kepada orang-orang yang masih hidup, ziarah kubur
adalah silaturahmi kepada orang-orang yang sudah mati. Orang yang sewaktu
lebaran tidak pulang kampung untuk berhalal bihalal, ia bisa dianggap lupa asal
usul. Demikian pula, orang yang dalam periode tertentu tidak melakukan ziarah,
khususnya jika ia memiliki orang tua yang sudah meninggal, akan dianggap anak
yang tidak berbakti.
Sedangkan pada makam keramat, aktivitas
berziarah ke sana tampaknya memiliki tujuan atau motivasi yang beragam. Hal ini
mengingat bahwa orang-orang yang berziarah ke makam keramat berasal dari
berbagai daerah dan kalangan serta status sosial yang bermacam-macam. Bahkan
untuk makam keramat yang besar, penziarah bisa berasal dari daerah yang sangat
jauh, luar pulau, sampai luar negara.
Ziarah ke makam, baik yang keramat
maupun tidak, berkaitan erat dengan unsur keagamaan. Makam, dalam banyak
kebudayaan dan kepercayaan di seluruh dunia, menempati ruang spiritual yang
istimewa, bahkan menjadi pusat kehidupan keagamaan di samping kuil-kuil
pemujaan. Sebagai tempat dikuburkannya jasad orang yang sudah meninggal, makam
dipercaya sebagai tempat bersemayamnya roh-roh orang yang meninggal itu.
Berziarah ke makam merupakan cara untuk berhubungan kembali secara spiritual
dengan roh-roh tersebut.
Ziarah ke makam juga berkaitan dengan
kehidupan sosial. Orang yang ingin melakukan sesuatu atau kebutuhan tertentu,
seperti membuka lahan pertanian, melangsungkan perkawinan, sampai berperang,
merasa belum sah kalau belum meminta restu pada roh-roh nenek moyang. Roh-roh
itu dipercaya dapat melindungi mereka, mengabulkan permohonan mereka, bahkan
dapat pula menghukum kalau mereka melakukan pelanggaran.
Penghormatan kepada orang-orang yang
telah meninggal diwujudkan dalam berbagai cara, misalnya mengadakan upacara
kematian dengan ritual dan peralatan yang rumit, pembangunan kuburan secara
mewah, di beberapa tempat disertai makanan dan harta untuk bekal perjalanan
sang arwah, sampai pendirian kuil-kuil pemujaan.
Praktik pemujaan terhadap arwah para
leluhur, yang di antaranya dilakukan dengan persembahan korban atau pemberian
sesajen, memang tidak selalu dilakukan di makam. Dalam kebudayaan tertentu,
arwah leluhur itu dipercaya bisa ada di mana-mana, di hutan-hutan, kampung,
sawah, pohon, sampai di rumah (Daradjat dkk, 1996: 42), dan praktik pemujaannya
pun bisa dilakukan di tempat-tempat tersebut. Meskipun demikian, kedudukan makam
tetaplah menempati posisi yang paling penting.
Dalam Islam, aktivitas ziarah ke makam
keramat berkaitan erat dengan konsep kewalian atau kesucian. Para nabi, wali,
dan orang-orang suci atau orang-orang yang dikenal memiliki ketakwaan tinggi
dipercaya memiliki tempat mulia di sisi Allah. Hal ini sebagaimana ditegaskan
oleh Allah di dalam Alquran surat al-Hujurât [49] ayat 13, yang artinya: “Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Menurut Muhaimin AG (dalam Supriatno, 2007: xv), Ketakwaan seorang nabi atau
wali adalah model tentang orang yang telah menempuh hidup mulia sekaligus model
untuk diteladani dan dijadikan panutan bagi orang yang ingin menempuh hidup
mulia. Sebagai model, mereka layak dihormati. Penghormatan itu bisa mengambil
berbagai bentuk, salah satunya dengan mengunjungi kuburannya tempat sang
teladan diperistirahatkan untuk terakhir kalinya. Di sana, orang berdoa dan
mendoakannya. Apabila doa mereka dikabulkan oleh Allah, maka tambahan pahala
dan kemuliaan (karamah) dari doa itu akan mengalir kepada yang didoakan, dan
menambah tumpukan pahala dan kemuliaan yang ada padanya yang sesungguhnya sudah
penuh karena ketakwaan dirinya. Seakan tidak tertampung, akumulasi kemuliaan
itu lalu meluber kepada penziarah yang sekaligus berdoa tadi. Luberan kemuliaan
itulah yang disebut orang sebagai “barakah”. Barakah itu, bagi yang
merasakannya, menggejala dalam berbagai bentuk seperti kemudahan usaha,
perolehan keuntungan, terbebas dari derita, sembuh dari penyakit, hilangnya
stres, ketenangan hidup, dan bentuk-bentuk lain.
Kabupaten Pandeglang terletak di
provinsi Banten. Luas wilayahnya adalah 2.193,58 Km2. Wilayah kabupaten
Pandeglang berbatasan dengan kabupaten Lebak di sebelah Timur, kabupaten Serang
di sebelah Utara, Selat Sunda di sebelah Barat, dan Samudera Indonesia di
sebelah selatan. Pada tahun 2000, jumlah penduduknya mencapai 2.933.900 jiwa.
Mayoritas penduduk Pandeglang menganut
agama Islam, dan coraknya dapat digolongkan ke dalam Islam tradisional. Di
sini, penghormatan terhadap ulama atau kiyai menempati posisi yang tinggi,
termasuk ketika ulama tersebut sudah meninggal dunia. Makamnya akan banyak
diziarahi oleh murid-muridnya, masyarakat sekitarnya, bahkan masyarakat dari
luar daerah, bergantung pada “kaliber” atau lingkup ketokohan ulama tersebut.
Tradisi keagamaan masyarakat Pandeglang
tidak berbeda dengan tradisi keagamaan di provinsi Banten pada umumnya,
termasuk dalam hal ziarah ke makam keramat. Di antara makam keramat di daerah
Pandeglang yang banyak diziarahi oleh masyarakat, termasuk masyarakat dari luar
daerah, antara lain:
1. Makam Syekh Mansur di Cikadueun
2. Makam Syekh
Abdul Jabbar di Karangtanjung
3. Makam Syekh Asnawi di Caringin
4. Makam Syekh Daud di Labuan
5. Makam Syekh
Rako di Gunung Karang
6. Makam Syekh Royani di Kadupinang
7. Makam Syekh Armin di Cibuntu
8. Makam Abuya Dimyati di Cidahu
9. Makam Ki Bustomi di Cisantri
10. Makam Nyimas Gandasari di Panimbang.
Aktivitas ziarah ke makam-makam keramat tersebut biasanya
meningkat tajam pada bulan Mulud (Rabiul Awal, bulan lahirnya Nabi Muhammad
Saw.), menjelang bulan Ramadan, sehabis Lebaran, pada malam Jumat, dan pada
hari-hari libur. Tetapi pada hari-hari biasa pun selalu ada saja orang yang
berziarah.
Pustaka:
Azra, Azyumardi, 1999, Renaisans Islam Asia Tenggara
Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung: Rosda
Daradjat, Zakiah, dkk., 1996, Perbandingan Agama,
Jakarta: Bumi Aksara
Dhofier, Zamakhsyari, 1982, Tradisi Pesantren Studi
tentang Pandangan Hidup Kyai, cet. ke-6, Jakarta: LP3ES
Jalaluddin,
1996, Psikologi Agama, cet. ke-6, Jakarta: Rajawali Pers
Tim Penyusun,
1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-3, Jakarta: Balai Pustaka
Supriatno,
2007, Ziarah Makam Sunan Gunung Jati di Mata Orang Kristen, Cirebon:
Fahmina Institute
Masjid Agung Banten yang Mempesona
PGSD/IIIA/03
Masjid Agung Banten yang Mempesona
Banten, awalnya
merupakan bagian dari privinsi Jawa Barat. Namun, atas keputusan Undang Undang
Nomor 23 Tahun 2000, Banten dipisahkan pada tahun 2000 dan sudah lagi tidak
menjadi bagian dari Jawa Barat. Banten menjadi salah satu provinsi yang ada di
pulau Jawa dengan Kota Serang sebagai pusat pemerintahannya.
Meskipun
begitu, Banten memiliki potensi yang luar biasa. Baik dalam skala lokal,
nasional, bahkan sampai ke skala international. Banten yang berada di ujung
barat pulau Jawa ini memiliki potensi di banyak bidang, salah satunya adalah
dalam pergerakan perekonimian yang sangat berpotensi besar untuk provinsi
Banten tersebut.
Selain
itu, pertumbuhan provinsi Banten juga dari waktu ke waktunya terus membaik.
Salah satu yang paling terkenal dari Banten adalah objek objek wisatanya yang
menarik banyak sekali pengunjung. Selain itu, daya tarik yang dimiliki oleh
Banten juga berhasil menarik minat para pengunjung untuk menyambangi provinsi
yang menjadikan Serang sebagai pusat kotanya. Salah satu yang banyak sekali
dikunjungi oleh pewisata adalah Masjid Agung Banten.
Masjid
ini terletak di Desa Banten Lama, dengan jarak kira kira 10 km sebelah utara
Kota Serang. Masjid Agung Banten merupakan salah satu masjid tertua di
Indonesia yang mengandung banyak sekali nilai sejarah. Masjid yang berdiri
dengan kokoh dan megah ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin
pada tahun 1552 sampai 1570 yang juga merupakan putra pertama dari Sunan Gunung
Jati, juga sultan pertama dari Kesultanan Banten.
Masjid
Agung Banten memiliki gaya bangunan yang sangat menarik dan megah. Bena-r benar
mencerminkan kehebatan yang membangunnya sekaligus menjadi saksi bisu sejarah
Banten. Berkunjung ke masjid ini sebagai destinasi liburan anda akan memberikan
kesan yang mendalam dan menyenangkan. Selain itu, kesejukan dan ketenangan
begitu berada di tempat ibadah umat muslim ini juga menjadikan nilai plus hari
liburan anda.
Juga,
apabila anda yang seorang muslim, beristirahat sambil melaksanakan ibadah atau
shalat di masjid ini benar benar membuat hati dan pikiran menjadi tenang dan
tenteram. Biasanya liburan identik dengan pantai, mall, dan lain lain. Jadikan
liburan anda kali ini berbeda dengan mengunjungi tempat ibadah ini yang
mengandung nilai sejarah yang banyak dan memberikan kesan liburan yang berbeda.
Keterkaitan Bakat dengan Pendidikan dalam Nativisme Pendidikan
PGSD/IIIA/03
Keterkaitan Bakat dengan
Pendidikan dalam Nativisme Pendidikan
Telah cukup banyak dibicarakan segala hal tentang
pendidikan, baik kaitannya dengan hakikat kehidupan manusia, maupun kaitannya
dengan kebudayaan sebagai produk dari proses pendidikan. Pada saat manusia
mengalami tahap perkembangan, naik secara fisik maupun rohaninya dalam proses
pendidikan, munculah pertanyaan mendasar tentang faktor yang paling berpengaruh
terhaap perkembangan itu. Apakah faktor bakat dan kemampuan diri manusia itu
sendiri atau faktor dari luar diri manusia, ataukah kedua-dunya itu secara
bersama-sama. Dari faktor pertamalah timbul teori yang disebut sebagai teori
nativisme. Nativisme berasal dari kata “nativus” artinya pembawaan.
Teori nativisme dikenal juga
dengan teori naturalisme atau teori pesimisme. Teori ini berpendapat bahwa
manusia itu mengalami pertumbuhkembangan bukan karena faktor pendidikan dan
intervensi lain diluar manusia itu, melainkan ditentukan oleh bakat dan
pembawaannya. Teori ini berpendapat bahwa upaya pendidikan itu tidak ada
gunanya dan tidak ada hasilnya. Bahkan menurut teori ini pendidikan yang berupaya
itu justru akan merusak perkembangan anak. Pertumbuhkembangan anak tidak perlu
diintervensi dengan upaya pendidikan, agar pertumbuhkembangan anak terjadi
secara wajar, alamiah, sesuai dengan kodratnya.
Teori nativisme berpendapat
tentang perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawan sejak lahir, serta
faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak.
Menganalisis dari pendapat tersebut, anak yang dilahirkan dengan bawaan yang
baik akan mempunyai bakat yang baik juga begitu juga sebaliknya. Faktor bawaan
sangat dominan dalam menentukan keberhasilan belajar atau pendidikan,.
Faktor-faktor yang lainnya seperti lingkungan tidak berpengaruh sama sekali dan
hal itu juga tidak bisa diubah oleh kekuatan pendidikan. Pendidikan yang
diselenggarakan merupakan suatu usaha yang tidak berdaya menurut teori
tersebut, karena anak akan menetukan keberhasilan dengan sendirinya bukan
melalui sebuah usaha pendidikan. Walaupun dalam pendidikan tersebut diterapkan
dengan keras maupun secara lembut, anak akan tetap kembali kesifat atau bakat dari
bawaannya. Begitu juga dengan faktor lingkungan, sebab lingkungan itu tidak
akan berdaya mempengaruhi perkembangan anak.
Dalam teori nativisme telah
ditegaskan bahwa sifat-sifat yang dibawa dari lahir akan menentukan keadaannya.
Hal ini dapat diklaim bahwa unsur yang paling mempengaruhi perkembangan anak adalah
unsur genetik individu yang diturunkan dari orang tuanya. Dalam perkembangannya
tersebut anak akan berkembang dalam cara yang terpola sebagai contoh anak akan
tumbuh cepat pada masa bayi, berkurang pada masa anak, kemudian berkembang
fisiknya dengan maksimum pada masa remaja dan seterusnya.
Menurut teori nativisme ada
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu :
1. Faktor genetik
Orang tua sangat berperan penting dalam faktor
tersebut dengan bertemunya atau menyatunya gen dari ayah dan ibu akan
mewariskan keturunan yang akan memiliki bakat seperti orang tuanya. Banyak
contoh yang kita jumpai seperti orang tunya seorang artis dan anaknya juga
memiliki bakat seperti orang tuanya sebagai artis.
2. Faktor kemampuan anak
Dalam faktor tersebut anak dituntut untuk
menemukan bakat yang dimilikinya, dengan menemukannya itu anak dapat
mengembangkan bakatnya tersebut serta lebih menggali kemampuannya. Jika anak
tidak dituntut untuk menemukannya bakatnya, maka anak tersebut akan sulit untuk
mengembangkan bakatnya dan bahkan sulit untuk mengetahui apa sebenarnya bakat
yang dimilikinya.
3. Faktor pertumbuhan anak
Faktor tersebut tidak jauh berbeda dengan faktor
kemampuan anak, bedanya yaitu disetiap pertumbuhan dan perkembangannya anak
selalu didorong untuk mengetahui bakat dan minatnya. Dengan begitu anak akan
bersikap responsiv atau bersikap positif terhadap kemampuannya.
Dari ketiga faktor tersebut
berpengaruh dalam perkembangan serta kematangan pendidikan anak. Dengan faktor
ini juga akan menimbulkan suatu pendapat bahwa dapat mencipatakan masyarakat
yang baik. Dengan ketiga faktor tersebut, memunculkan beberapa tujuan dalam
teori nativisme, dimana dengan faktor-faktor yang telah disampaikan dapat
menjadikan seseorang yang mantap dan mempunyai kematangan yang bagus. Adapun
tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Dapat memunculkan bakat yang dimiliki.
Dengan faktor yang kedua tadi, diharapkan setelah
menemukan bakat yang dimiliki, dapat dikembangkan dan akan menjadikan suatu
kemajuan yang besar baginya.
2. Menjadikan diri yang berkompetensi.
Hal ini berkaitan dengan faktor ketiga, dengan
begitu dapat lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan bakatnya sehingga
mempunyai potensi dan bisa berkompetensi dengan orang lain.
3. Mendorong manusia dalam menetukan pilihan.
Berkaitan dengan faktor ketiga juga, diharpkan
manusia bersikap bijaksana terhadap apa yang akan dipilih serta mempunyai suatu
komitmen dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah dipilihnya.
4. Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi
dari dalam diri seseorang.
Artinya dalam mengembangkan bakat atau potensi
yang dimiliki, diharapkan terus selalu dikembangkan dengan istilah lain terus
berperan aktif dalam mengembangkannya, jangan sampai potensi yang dimiliki
tidak dikembangkan secara aktif.
5. Mendorong manusia mengenali bakat minat yang
dimiliki.
Banyak orang bisa memaksimalkan bakatnya, karena
dari dirinya sudah mengetahui bakat-bakat yang ada pada dirinya dan dikembangkan
dengan maksimal.
Melihat dari tujuan-tujuan itu
memang bersifat positif. Tetapi dalam penerapan di praktek pendidikan, teori
tersebut kurang mengenai atau kurang tepat tanpa adanya pengaruh dari luar
seperti pendidikan. Dalam praktek pendidikan suatu kematangan atau keberhasilan
tidak hanya dari bawaan sejak lahir. Akan tetapi banyak faktor-faktor yang
dapat mempengaruhinya seperti lingkungan. Dapat diambil contoh lagi yaitu orang
tua yang tidak mampu dan kurang cerdas melahirkan anak yang cerdas daripada
orang tuanya. Hal tersebut tidak hanya terpaut masalah gen, tetapi ada
dorongan-dorongan dari luar yang mempengaruhi anak tersebut.
Seperti yang telah diungkapkan
sebelumnya, sekarang ini yang ada dalam praktek pendididkan tidak lagi
memperhatikan apakah manusia memiliki bakat dari lahir atau tidak, melainkan
kemauan atau usaha yang dilakukan oleh manusia tersebut untuk kemajuan yang
besar bagi dirinya. Memang secara teoritis pendidikan tidaklah berpengaruh atau
tidak berdaya dalam membentuk atau mengubah sifat dan bakat yang dibawa sejak
lahir. Kemudian potensi kodrat menjadi cirri khas pribadi anak dan bukan dari
hasil pendidikan. Terlihat jelas bahwa antara teori nativisme dan pendidikan
tidak mempunyai hubungan serta tidak saling terkait antara yang satu dengan
lainnya. Oleh sebab itulah aliran atau teori nativisme ini dianggap aliran
pesimistis, karena menerima kepribadian anak sebagaimana adanya tanpa
kepercayaan adanya nilai-nilai pendidikan yang dapat ditanamkan untuk mengubah
kepribadiannya.
Fungsi pendidikan yaitu
memberikan dorongan atau menggandeng manusia untuk menjadi lebih naik
serta dengan adanya pendidikan dapat lebih lagi memaksimalkan, mengembangkan
segala potensi, bakat dan kemampuan yang dimiliki. Selain dari itu juga
pendidikan tidak hanya harus kepada akademik saja melainkan harus memperhatikan
kegiatan-kegiatan yang bisa juga untuk menjadi wadah dalam mengembangkan dan
menyalurkan bakat anak diluar akademik.
Langganan:
Postingan (Atom)